EkonomiHeadlineinternasionalNasionalNUSANTARAOPINIPendidikanSUMSEL

OPINI: Semakin Peduli dan Murah Hati di Hari Pangan Sedunia 2022

Oleh : A.Daris Awalistyo,S.Pd

World Food Day atau Hari Pangan Sedunia ( HPS ) adalah hari peringatan pangan sedunia. Peringatan HPS ini dimulai tahun 1981 dan dilaksanakan setiap tanggal 16 Oktober, sesuai dengan hari didirikannya FAO yaitu pada tanggal 16 Oktober 1945 di Quebec City, Canada. Tujuan diperingatinya Hari Pangan sedunia adalah untuk meningkatkan kesadaran dan perhatian masyarakat global akan pentingnya masalah pangan baik di tingkat nasional, regional maupun global. Hari Pangan Sedunia diinisiasi sebagai bentuk perhatian bahwa semakin rawannya krisis pangan di dunia telah diingatkan oleh FAO (Food and Agriculture Organization) sejak diselenggarakan Konferensi Pangan Sedunia di Roma tahun 1974. FAO pada Konferensi ke-20 bulan Nopember 1979 di Roma mencetuskan Resolusi Nomor 179 yang disepakati semua negara anggota FAO termasuk Indonesia, yang menetapkan untuk memperingati World Food Day (Hari Pangan Sedunia

Tema Hari Pangan Sedunia 2022 adalah ‘Leave NO ONE behind’ atau artinya ‘Tidak Meninggalkan SIAPA PUN di belakang’. Bentuk pelaksanaan dari tema ini yakni melalui produksi pangan yang lebih baik, nutrisi yang lebih baik, lingkungan yang lebih baik, dan kehidupan yang lebih baik. Tema Hari Pangan Sedunia 2022 ini menyerukan solidaritas global untuk mengubah sistem agrifood dalam upaya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi inklusif, mengatasi ketidaksetaraan, meningkatkan ketahanan, dan mencapai pembangunan berkelanjutan. Dalam situasi krisis ekonomi saat ini banyak jutaan orang di seluruh dunia tidak mampu membeli makanan sehat, menempatkan mereka pada risiko tinggi kerawanan pangan dan kekurangan gizi. Juga perubahan iklim global yang sangat cepat saat ini, peran pertanian terlebih sektor pangan sangat strategis. Sektor pertanian sebagai penyedia pangan dan bahan baku pengolahan ini perlu mendapatkan perhatian. Walaupun sektor pertanian sebagai penyangga pangan dunia, namun hampir semua usaha tani ini rentan terhadap perubahan iklim. Oleh karena itu, perubahan iklim merupakan salah satu ancaman serius terhadap ketahanan pangan yang harus disikapi secara bijak.

Realitas dunia ini sesungguhnya adalah Allah, manusia dan ciptaan lain yang disatukan oleh Kekuatan Ilahi – Roh Allah sendiri – yang merupakan sumber yang menghidupkan dan sekaligus yang menjaga keberlangsungan realitas tersebut. Melalui kontemplasi atas realitas ini, manusia dipanggil untuk menemukan dan menyadari cinta Allah dalam diri manusia dan ciptaan lainnya. Iman inilah yang akan menjiwai dan menggerakkan pelayanan Hari Pangan Sedunia. Gereja Katolik berkaitan dengan kecukupan, ketersediaan, dan keberlangsungan pangan yang sehat bagi hidup manusia. Dengan demikian, melalui gerakan HPS, agar mampu menumbuhkan dan mengembangkan kesadaraan akan pencitraan kembali kehadiran Allah dalam tata kelola pangan di dunia. Gereja Katolik dalam memperingati HPS melalui bentuk nyata keterlibatan dalam hidup bermasyarakat. Dan tema Hari Pangan Sedunia Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) 2022 adalah “Solidaritas Pangan” (Semakin Peduli dan Murah Hati). Tema ini dibicarakan dalam konteks saat ini di mana dunia dan juga Indonesia sedang menghadapi tantangan dan masalah pangan, seperti pandemi Covid-19 yang sedang melanda dunia belum sepenuhnya teratasi, juga perubahan iklim, serta tidak stabilnya harga pangan. Sebagai wujud keterlibatan dan kepedulian kita dapat membantu dan berusaha untuk mengasihi, untuk peduli dan menjadi berkat bagi sesama (bersolidaritas). Solidaritas adalah salah satu prinsip dalam Ajaran Sosial Gereja (ASG) Katolik. Yang dimaksud Solidaritas adalah “ketetapan hati yang mantap dan tekun untuk membaktikan diri pada kesejahteraan umum, yaitu pada kebaikan semua orang dan setiap individu

Hari pangan sedunia menjadi waktu yang tepat bagi kita untuk merenung dan merefleksikan bahwa dengan berbagai berbagi dengan sesama maka akan menunjukkan Kebesaran Yesus Sang Imam terletak pada solidaritas-Nya dengan manusia, kecuali dalam hal dosa. Kita terus bertumbuh semakin serupa dengan Yesus yang solider dengan kita manusia “Yang menaruh belas kasih dan setia kepada Allah.” Persoalan pangan yang terus menerus muncul dalam pembicaraan adalah kemiskinan dan kelaparan, kekurangan gizi, stunting dan berbagai penyakit lainnya, pemborosan makanan (sampah makanan), perubahan iklim yang mempengaruhi ketersedian dan kualitas pangan, konflik atau perang antar negara, persoalan perdagangan bahan dan seterusnya. Akar persoalan fenomena kelaparan yang terjadi di dunia bukanlah persoalan materi atau ekonomi belaka, melainkan persoalan moral. Seperti yang diungkapkan Paus Yohanes Paulus II,dalam Redemtoris Hominis ditegaskan bahwa perkembangan manusia yang otentik memiliki karaktermoral sedang Paus Benediktus XVI menunjukkan bahwa tidak terpenuhinya hak atas pangan bukan hanya karena sebab alami, tetapi situasi yang dipicu oleh perilaku laki-laki dan perempuan yang mengarah pada kemerosotan standar sosial, ekonomi, dan kemanusiaan. Oleh karena kemiskinan dan konflik berdarah, banyak orang terpaksa meninggalkan rumah dan mencari dukungan di luar negerinya sendiri untuk menggapai hidup yang lebih baik. Para Bapak Gereja, selalu mengingatkan bahwa dampak krisis pangan dan ekonomi mempengaruhi kebutuhan primer termasuk hak dasar setiap orang atas pangan yang cukup dan sehat. Kondisi ini memperparah khususnya situasi mereka yang hidup dalam kondisi kemiskinan dan keterbelakangan. Mereka yang miskin dan terdampak itu di dalamnya ada orang tua renta, para ibu-ibu yang hamil, bayi dan anak-anak, mereka yang rentan sakit. Fakta bahwa masih adanya kemiskinan dan kelaparan dan persoalan pangan lainnya yang mengurangi kehidupan jutaan orang merupakan ancaman bagi kehidupan serta martabat manusia dan menuntut tanggapan dari setiap orang. Paus Fransiskus mengingatkan bahwa “banyak yang terus makan dengan cara yang tidak sehat dan cukup. Ini adalah kenyataan yang kejam, tidak adil dan paradoks bahwa, saat ini, ada makanan untuk semua orang namun tidak semua orang memiliki akses ke sana, dan bahwa di beberapa wilayah di dunia makanan terbuang dan dikonsumsi secara berlebihan, atau ditujukan untuk tujuan lain daripada kebutuhan akan nutrisi. Kita dapat menghargai pangan dengan mengupayakan polamakan secukupnya dan sehat serta tidak membuang makananHal ini merupakan tindakan iman kita karena pangan adalah anugerah Allah bagi sesama. Membuang makanan dan menjadikan sampah berarti tidak mnghormati hak dasar atas pangan bagi saudara kita yang kurang beruntung. Kita juga berharap masyarakat lingkungan dapat menanam tanaman pangan di lahan kosong di sekitar kita serta melakukan gerakan berbelarasa dengan menyediakan makanan bagi warga yang membutuhkan atau kekurangan pangan. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *