SMB IV: Pemakaian Kain Masa Kesultanan Palembang Perlihatkan Status Sosial
Poto: Sultan Palembang Darussalam, Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) IV Jayo Wikramo, RM Fauwaz Diradja, SH MKn saat menjadi narasumber pada Seminar Sehari Hasil Kajian Koleksi Museum Negeri Sumatera Selatan “Kain Tradisional Sumatera Selatan” di Auditorium Balaputra Dewa, Kamis (7/10).
PALEMBANG, MEDIASRIWIJAYA – Pemakaian kain pada masa Kesultanan Palembang Darussalam memperlihatkan status sosial. Hal ini mengindikasikan, orang yang memiliki banyak harta dan memiliki kedudukan tinggi menggunakan kain songket berbenang emas. Hal tersebut dikemukakan Sultan Palembang Darussalam, Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) IV Jayo Wikramo, RM Fauwaz Diradja, SH MKn, usai menjadi narasumber pada Seminar Sehari Hasil Kajian Koleksi Museum Negeri Sumatera Selatan “Kain Tradisional Sumatera Selatan” di Auditorium Balaputra Dewa, Kamis (7/10).
Menurut SMB IV pemakaian kain pada masa Kesultanan Palembang Darussalam memperlihatkan status sosial.
Hal ini menurutnya mengindikasikan, orang yang memiliki banyak harta dan memiliki kedudukan tinggi menggunakan kain songket berbenang emas. “Orang berkedudukan tinggi biasanya menggunakan kain bermotif Lepus, Naga Besaung, Bunga Cina, dan lainnya. Begitu juga laki-lakinya biasanya menggunakan badong bermata berlian,” katanya.
Pria yang berprofesi sebagai notaris dan PPAT ini menjelaskan, pemakaian kain pada masa Kesultanan Palembang Darussalam digunakan hampir setiap hari. Sementara motif dan jenis kain biasanya disesuaikan acara tertentu. “Jika menghadiri acara tertentu biasanya menggunakan kain yang lebih indah dibanding hari biasa. Namun dari berbagai motif kain yang berasal dari Jawa, Cina, Arab dan India menunjukkan bahwa orang yang hidup di masa Kesultanan Palembang Darussalam memiliki kreatifitas yang tinggi,” katanya.
Di tempat yang sama, Penggiat Budaya, Mirza Indah Dewi, SPd menyambut baik penelitian motif kain tradisional tersebut. Menurut anak dari maestro seni tari di era 1987-an, Hj Anna Kumari, salah satu motif kain yang bisa diusulkan untuk dipatenkan adalah kain songket motif Naga Besaung. Motif ini dinilai elegan karena banyak memiliki rajutan dari benang emas. “Begitu juga motifnya, Naga Besaung menggambarkan dua naga memperebutkan kemala dan bersatu. Hal ini bisa kita analogikan sebagai dua kekuasaan memperebutkan sebuah negara, selanjutnya dua kekuasaan tersebut bersatu untuk membangun negara tersebut. Saya kira Naga Besaung sangat cocok jika ingin didaftarkan sebagai motif kain tradisional Sumatera Selatan,” usul Indah Komari, sapaan Mirza.
Diakuinya, motif kain tradisional Sumsel memiliki banyak varian, seperti motif Lepus, Limar, Tabur, Rumpak dan Bunga. Dalam setiap motif ini memiliki nilai filosofi yang memperlihatkan status sosial pemakainya.
Seperti kain songket bermotif Lepus, kain ini didominasi benang emas jantung sehingga paling mewah dari motif lainnya. Hal ini menandakan pemakainya memiliki status sosial tinggi. Kemudian, Limar yang didominasi perpaduan warna yang indah dan ada gambar Gajah Mada sebagai simbol kekuatan. Ada juga motif Tabur dengan benang emas yang sedikit sehingga pemakainya bukan bangsawan. “Selanjutnya Rumpak, songket yang biasanya dipakai oleh pria dengan motif kotak-kotak. Dan terakhir motif tumbuhan seperti Bunga Tanjung, Bunga Cina, Bunga Pacar dan lainnya. Motif tumbuhan ini dibuat sesuai dengan situasi lingkungan saat itu,” jelasnya.
Sedangkan Staf Khusus Gubernur Sumsel Bidang Budaya, H Hidayat Komsu, SE MSi mengaku penelitian motif kain tradisional sudah dilakukan sejak enam bulan terakhir. Dari berbagai motif yang tersedia, pemerintah sedang mencari kekhasan kain yang nantinya akan didaftarkan kepada Hak Kekayaan Intelektual (HKI). “Saat ini belum ada (motif, red) hak intelektualnya. Oleh karena itu, kita sedang meneliti khasanah budaya kain tradisional Sumsel. Kita akan mencari ciri khas agar bisa kita patenkan,” kata Hidayat.
Seperti tanjak, sambung Hidayat, Pemprov Sumsel sudah mempatenkan alur aksesoris pakaian bagi laki-laki melayu ini. Alur tanjak itu saat ini menjadi ornamen pintu masuk Rumah Dinas Gubernur Sumsel. “Setelah kita patenkan, jangan sampai ada varian baru lagi,” katanya. (rel)