Ratusan Buruh Unjuk Rasa Minta Revisi SK UMP Tahun 2022
PALEMBANG. MEDIASRIWIJAYA – Ratusan buruh/pekerja dari Serikat Pakerja dan Serikat Buruh KSPSI, KSBSI Dan KASBI Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) yang tergabung dalam Relawan Masyarakat Buruh Untuk Keadilan (Rembuk), mengelar aksi unjuk rasa, di depan halaman Kantor Gubenur Sumsel, Jalan Kapten A Rivai Palembang, Selasa (30/11).
Dalam aksinya, sambil menunggu kedatangan Gubenur Sumsel H Herman Deru, massa aksi membentangkan spanduk yang bertuliskan ‘Pak Gubenur Naikkan UMK Palembang Sebesar 10%, ‘Maaf Nak Bukan Susumu Yang Didiskon 50% Tapi Gaji Bapakmu Yang Dipotong 50% .’
Dalam aksinya massa menuntut agar Gubenur Sumsel H Herman Deru, merevisi Surat Keputusan (SK) Gubenur Sumsel Nomor : 746/KPTS/Disnakertrans/2021 Tentang Upah Minimum Provinsi (UMP), yang membuat UMP tidak naik di tahun 2022.
Bukan hanya itu, massa aksi buruh/pekerja juga mendesak agar Gubernur Sumsel Herman Deru mengesahkan Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK), sekaligus menuntut adanya kenaikan upah sekitar 10%.
Massa aksi mendesak agar Gubenur Sumsel Herman Deru, sebelum menetapkan UMP dan UMK Tahun 2022, hendaklah berdasarkan Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 91/PUU-XVII/2020, tanggal 25 November 2021. Dengan kenaikan upah minimum berdasarkan UU No 13 Tahun 2003. “Kita menuntut Gubenur merevisi SK UMP Tahun 2022, kemudian menuntut agar UMK tidak ditetapkan pada hari ini dan dikembalikan kepada Dewan Pengupahan agar direkomendasikan sesuai dengan keputusan Mahkamah Konstitusi,” ungkap Hermawan, selaku Koordinator aksi dari K SBSI Sumsel.
Masih dikatakan Hermawan, pihaknya menyambut baik keputusan Gubenur Sumsel H Herman Deru, dimana dalam mengambil keputusan penetapan upah akan melibatkan semua stakeholder terkait. “Pak Gubenur telah menerima aspirasi kami, dengan memahami terlebih dahulu aturan aturan yang akan diterapkan dan melibatkan semua pihak untuk mengambil suatu keputusan,” ujarnya.
Sementara itu, Gubenur Sumsel H Herman Deru yang baru tiba langsung berjalan menuju massa aksi buruh/pekerja bahkan beberapa kali sang Gubenur Sumsel melayangkan ‘saranghae’ ke arah para buruh/pekerja.
Terkait dengan apa yang menjadi tuntutan massa aksi, Gubenur Sumsel mengakui adanya beberapa permasalahan UMP di wilayah Sumsel dimana UMP Sumsel sudah ditetapkan akan tetapi untuk UMK belum ditetapkan. “Kita sudah menetapkan UMP, tapi kenapa UMK belum karena memang belum ada usulan, masing masing Bupati Walikota setelah aku cek memang menunggu petunjuk khusus setelah adanya Keputusan MK ini setelah adanya yudisial review, dimana kebijakan bersifat strategis ditunda dulu,” jelas HD.
Menurutnya, dalam mengambil keputusan itu apakah berdasarkan keputusan UU No 11 Tahun 2021 Tentang Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 Tentang Pengupahan, atau kembali ke aturan lama dalam hal ini UU Nomor 13 Tahun 2003. “Apakah kita merujuk ke PP 36 atau kembali keaturan lama, tentu kami akan diskusi terlebih dahulu atas ajuan dolor- dolor semua, akan kami diskusikan dengan pemerintah pusat dalam hal ini Kemenaker dan Kemendagri selama belum ditetapkan UMK. Saya pikir menggunakan peraturan yang sedang berlaku, aku menyambut baik cara-cara buruh Indonesia khususnya Sumsel adalah cara yang terhormat,” jelasnya.
Beliau juga mengatakan jika prihal keputusan penetapan upah diharapkan berpihak kepada semua pihak tidak ada yang dirugikan terutama kaum buruh/pekerja. “Kami ingin pensejahteraan buruh/pekerja, diawali dengan hak- haknya, bukan hanya dalam ukuran UMR atau UMP akan tetapi hak haknya yang lain, yakinlah kami pasti akomodir ini sampai dengan menjadi keputusan yang berpihak kepada semua khususnya kepada buruh,” ujar HD. (Ly)