OPINI: Regulasi Diri : Bijaksana dalam Memutuskan
Oleh : RP. Florentinus Heru Ismadi,SCJ
Dosen Prodi Manajemen Unika Musi Charitas Palembang
Ketika hujan turun, cukup banyak orang yang tiba-tiba teringat akan mie kuah panas dan pedas dicampur dengan telur. Ingatan ini sering membawa kepada keinginan untuk membeli dan menikmati mie rebus yang sesungguhnya. Tubuh manusia yang dibekal idengan panca indra yang mampu mereka mengingatan akan rasa, aroma, tekstur, dan sebentuk suara yang terhubung dengan produk-produk tertentu. Rekaman ini sering kali memberikan dorongan sangat kuat untuk melakukan pembelian produk yang sering kali dilakukan tanpa direncanakan. Pembelian yang tak terencana ini berpotensi menjadi kesulitan dalam pengelolaan keuangan pribadi maupun keluarga.
Fenomena ini menunjukkan adanya gerakan dari dua sisi, yaitu dari pemasar dan konsumen yang membentuk perilaku pembelian. Di satu sisi pemasar menggunakan segala upaya untuk memberikan stimulus terhadap panca indera manusia yang akan membawa kepada persepsi dan ingatan positif akan produknya. Indera manusia meliputi penglihatan, pendengaran, penciuman, peraba, dan perasa. Kelima indera ini mampu menerima stimulus dari luar. Di sisi lain, konsumen yang mendapatkan stimulus terhadap inderanya merekam dan membentuk persepsi positif terhadap suatu produk. Ingatan tersebut akan mendorong pembelian ketika konsumen menerima penguatan persepsi karenaa danya stimulus yang sesuai. Kedua gerakan ini membentuk suatu perilaku pembelian yang didorong oleh keinginan sesaat dan mendorong tindakan pembelian tanpa rencana.
Pemasaran Sensorik
Pemasaran sensorik adalah strategi pemasaran yang memanfaatkan kemampuan indera manusia untuk menerima pesan melalui stimulus yang diarahkan kepadanya. Strategi ini dilakukan agar konsumen menangkap melalui inderanya pesan pemasaran, merekamnya, dan pada saat tertentu ketika mendapatkan stimulus yang sesuai, ingatan tersebut akan membawa kepada perilaku pembelian. Pemasar produk makanan dengan sengaja meletakkan dapur di bagian depan toko atau gerainya. Hal ini dimaksudkan agar aroma makanan yang sedang dimasak mencapai indera penciuman konsumen. Inilah indera pertama yang dimiliki oleh manusia. Aroma makanan yang mencapai indera penciuman konsumen akan membentuk persepsipositif, yaitu persepsi bahwa rasa makanan itu enak disimpulkan dari aroma makanan yang harum dan sedap itu. Persepsi positif dalam benak konsumen ini berpotensi untuk mendorong tindakan pembelian spontan. Kesesuaian persepsi dengan kenyataan yang didapatkan ketika mengkonsumsi makanan tersebut membentuk suatu ingatan yang kuat dalam dirinya. Pada saat lain ketika konsumen mendapatkan stimulus aroma yang sama, ingatan dari pengalaman pertama tersebut akan mendorong pembelian ulang.
Untuk memperkuat stimulus yang diarahkan kepada indera penciuman ini, pemasar melanjutkan dengan rangsangan kepada indera kedua yaitu perasa. Pemasar makanan dapat memberikan kesempatan untuk mencicipi rasa makanan. Kesempatan ini menjadi pembukti bahwa aroma yang sampai kepada indera penciuman dibuktikan dengan rasa yang sesuai oleh indera perasa. Kesesuaian ini akan membuat stimulus ini menjadi lebih kuat dalam mempengaruhi konsumen untuk melakukan tindakan pembelian.
Pemasar menambahkan kekuatan stimulus dengan menyasar indera penglihatan. Bentuk makanan, cara penyajian, dan kemasan adalah stimulus yang menyasar indera penglihatan. Ketika melihat makanan gorengan yang Nampak garing dan kriuk, indera penglihatan bisa membentuk persepsipositif dan enak pada diri konsumen. Kemasan produk yang member kesan mewah, imut, atau lucu sering menggoda penglihatan konsumen yang akhirnya mendorong tindakan pembelian. Demikian juga cara penyajian dapat menimbulkan persepsipositif yang muncul dari indera penglihatan. Stimulus yang menyasar indera penglihatan ini dapat mempengaruhi konsumen untuk mengambil keputusan pembelian.
Indera keempat yang menjadi sasaran stimulus dari pemasar adalah indera pendengaran. Pemasar sering mengaitkan produk tertentu dengan sebentuk suara atau bunyi-bunyian yang memudahkan konsumen untuk secara cepat terhubung dengan produk tersebut. Pedagang bakso menggunakan bunyi mangkok yang dipukul-pukul dengan sendok, pedagang sate keliling menggunakan teriakan “te sate”, pedagang kue putu menggunakan bunyi “tuuut” dari alat pemasak kue putu. Bunyi-bunyian atau suara ini membuat konsumen dengan cepat terhubung dengan produk yang ditawarkan. Pada saat konsumen mendengar suara mangkok yang dipukul dengan sendok, ingatannya langsung membawa konsumen kepada bayangan akan enaknya makan bakso. Untuk menyasar indera pendengaran, pemasar juga sering menggunakan jingle atau lagu khusus. Konsumen yang mendengar lagu tersebut akan dengan cepat terhubung dengan produk yang ditawarkan. Anak-anak akan cepat berlari kepinggir jalan ketika mendengar jingle yang diperdengarkan dengan pengeras suara dari gerobak atau mobil penjual yang melewati depan rumah mereka.
Indera kelima yang menjadi sasaran pemasaran sensorik adalah indera peraba. Konsumen perlu mempunyai keyakinan akan suatu produk, yaitu kualitas dan kenyamanannya, dengan cara menyentuhnya. Ketika hendak membeli suatu jenis pakaian, konsumen perlu menyentuhnya agar mendapatkan kepastian tentang kualitas dan kenyamanannya. Untuk tujuan inilah, para pemilik toko pakaian memajang pakaian di tokonya agar konsumen bisa menyentuhnya dan dengan indera perabanya mereka mendapat kepastian dan terbantu dalam mengambil keputusan pembelian.
Dalam melakukan strategi pemasaran sensorik, para pemasar menyasar bukan hanya satu indera, tetapi beberapa indera yang berbeda secara bersamaan. Hal ini mengandung beberapa konsekuensi, yaitu salah satu indera akan menangkap lebih kuat terhadap stimulus yang diberikan. Semua konsumen, meskipun mempunyai kepekaan inderawi yang berbeda-beda, akan terjaring oleh stimulus yang seperti ini. Stimulus yang menyasar berbagai indera secara bersama-sama akan menjadi lebih kuat karena mempengaruhi beberapa indera sekaligus sehingga pertahanan diri konsumen menjadi lebih lemah.
Dengan memanfaatkan kemampuan inderawi ini, para pemasar mampu membujuk konsumen untuk melakukan keputusan pembelian dan kemudian mendorong konsumen untuk melakukan belanja. Semakin sering mendapatkan stimulus terhadap inderanya, konsumen semakin terdorong untuk melakukan tindakan pembelian bahkan melakukan belanja tak terencana. Konsumen mengalami kepuasan, tetapi dari sudut pandang yang berbeda, konsumen menjadi kesulitan dalam tata kelola keuangannya. Semakin sering melakukan belanja yang tak terencana, semakin besar potensi kekurang teraturan dalam tata kelola keuangannya.
Selain kekacauan dalam tata Kelola keuangan, konsumen juga mengalami parmasalahan lain yang berkaitan. Karena stimulus terhadap inderanya, konsumen menjadi lebih sering melakukan belanja tanpa rencana. Konsumen membeli barang-barang yang tidak sungguh-sungguh dibutuhkan. Hal ini menimbulkan konsumsi berlebihan pada diri konsumen. Konsumen kadang membuang makanan berlebih yang mereka beli karena pembelian spontan ini. Konsumen juga menumpuk barang-barang yang dibeli secara tak terencana yang sebenarnya tidak terlalu dibutuhkan. Di banyak rumah konsumen dengan mudah ditemukan tumpukan barang-barang yang tidak digunakan. Pada saat tertentu, karena alas an kurangnya tempat penyimpanan, barang-barang tersebut dibuang dan berkontribusi terhadap pencemaran lingkungan karena banyak produk bukanlah produk yang bisa didaur ulang dengan mudah
Regulasi Diri
Konsumen dalam menghadapi situasi ini memerlukan suatu bantuan agar dapat mengambil keputusan yang lebih bijaksana. Bantuan ini berasal dari dua sisi yaitu dari luar dirinya dan dari dirinya sendiri. Bantuan dari luar dirinya biasanya berbentuk rekomendasi dari pemasar maupun dari konsumen lain. Rekomendasi dari pemasar diberikan melalui informasi yang jelas dan jujur tentang produk yang dihasilkan. Informasi yang terpercaya ini membuat produk atau pemasar ada di urutan teratas dalam mesin pencarian digital. Konsumen dipermudah untuk mengambil keputusan pembelian karena disediakan informasi yang memadai pada urutan teratas dari mesin pencarian digital. Konsumen tidak harus melihat semua produk yang ditawarkan banyak pemasar. Yang harus dilakukan hanyalah meneliti produk yang ada di urutan teratas dalam mesin pencarian.
Rekomendasi dari konsumen lain ditemukan dalam bentuk ulasan dan umpan balik konsumen yang telah terlebih dahulu membeli atau yang telah mempelajari lebih mendalam tentang suatu produk. Rekomendas ikonsumen lain juga didapatkan melalui kesaksian dari mulut kemulut yang sering disebut dengan word of mouth. Rekomendasi ini biasanya lebih terpercaya ketika diberikan oleh orang – orang yang terdekat yang bisa dipercaya kesaksiannya.
Dalam situasi ketiadaan bantuan dari luar dirinya, konsumen perlu mempunyai bantuan dari dirinya sendiri yang mempermudah untuk mengambil keputusan pembelian. Bantuan dari diri sendiri ini menjadi kekuatan utama bagi konsumen untuk mengatur tata kelola keuangannya dan keputusan pembeliannya. Bantuan ini sering disebut sebagai regulasi diri. Regulasi diri menyangkut keberanian dari konsumen untuk menetapkan suatu aturan diri dalam melakukan keputusan untuk berbelanja. Aturan diri ini menyangkut tentang produk apa, berapa banyaknya, berapa harganya, dan kapan dibeli.
Setiap konsumen bias secara personal menetapkan bagi dirinya sendiri produk apa saja yang akan dibeli. Berdasarkan keadaan keuangannya, seorang konsumen dapat menetapkan bagi dirinya bahwa ia hanya akan membeli produk kebutuhan dasarnya agar masih mempunyai kesempatan untuk melakukan saving atau menabung untuk keperluan lain yang akan dibeli pada waktu tertentu. Setiap konsumen juga dapat menetapkan bagi dirinya sendiri aturan tentang berapa banyak barang yang akan dikonsumsi sesuai kebutuhan. Konsumen dapat dengan bebas menetapkan bahwa ia hanya memerlukan celana panjang empat potong dan baju 10 lembar. Penetapan ini akan membantunya agar tidak membeli pakaian yang melebihi kebutuhannya. Ketika kita sudah mempunyai 4 potong celana panjang dan 10 buah baju, ia akan mengatakan kepada diri sendiri untuk tidak membeli tambahan pakaian, meskipun pemasaran sensorik membujuknya untuk melakukan belanja.
Masing-masing konsumen juga dapat menetapkan aturan tentang rentang harga produk yang ia beli. Penetapan harga ini akan membantunya untuk memilih dan membeli produk yang berada dalam rentang harga yang ditetapkan. Hal ini akan membantunya untuk mengelola keuangannya dengan lebih mudah tanpa tergoda untuk melakukan belanja yang melebihi kebutuhannya. Dan bantuan yang tidak kalah pentingnya adalah regulasi diri dalam hal waktu belanja. Konsumen dapat dengan bebas menetapkan bagi dirinya sendiri waktu untuk melakukan belanja sesuai kebutuhannya. Konsumen dapat menetapkan bahwa akan makan di luar setiap awal bulan, atau akan belanja baju baru dua kali setahun, yaitu pada saat Lebaran dan akhir tahun, atau pada tahun kelima ia akan mengganti kendaraannya dengan kendaraan baru. Regulasi diri dalam hal waktu ini akan membantunya untuk mengelola keuangan dengan lebih baik dan melakukan saving yang lebih tertata.
Regulasi diri diperlukan oleh konsumen untuk menanggapi strategi pemasaran sensorik dengan menetapkan aturan-aturan personal yang menyangkut produk apa, berapa banyak, berapa harganya, dan waktu berbelanja. Pemasaran sensorik tetap akan menyasar semua konsumen, tetapi konsumen dapat mengatur diri agar menanggapi stimulus yang mengenainya dengan suatu keputusan belanja yang bijaksana.
Pustaka:
Michael R. Solomon (2020) Consumer Behavior: Buying, Having, and Being, New Jersey: Pearson Education