OPINI: Fenomena “Bole”: Perubahan Fonetik dan Semantik Leksikal “Boleh”
Oleh: Yohanes Heri Pranoto
Dosen Pendidikan Bahasa Inggris, Universitas Katolik Musi Charitas
Lisa: “Mau ambil MK metopen, Tik?”
Tika: “Bole.”
Nova: “Memang semester empat sudah boleh ambil?”
Lisa: “Boleh.”
Kata “bole” tanpa akhiran “h” (sehingga menjadi “bole” bukan “boleh”) sering terdengar sebagai jawaban singkatnon formal atas ekspresi persetujuan “ya” atau “ya silakan” terhadap tawaran atau perizinan dari orang yang sedang diajak berbicara.Ditambah lagi membunyikannya dengan cara menyeringai mulut gigi dan sedikit memaksakan udara yang seharusnya keluar dari mulut, didorong ke rongga hidung sehingga menjadi bunyi sengau atau nasal (buktikan dengan membunyikan kata “bole” sambil dipencet hidung).
Begitulah cara membunyikannya. Secara makna, kata “boleh” yang dalam kamus besar bahasa Indonesia dimaknai sebagai “dapat” atau “diizinkan”, setelah berganti “bole” sepertinya dalam penggunaan di kalangan kawula muda saat ini mengalami pergeseran makna yang bisa saja menjadi lebih halus dan meluas. Atau mungkin sebaliknya?
Menjadi menarik jika makna kata “bole” dengan fonetik atau cara pengucapan yang seperti itu disimak lebih lanjut dalam perspektif semantik leksikal atau singkatnya makna kata dengan tanpa mengesampingkan konteks penggunaan dan makna kata “boleh” yang sering terdengar dalam pembicaraan remaja saat ini.
Konteks Penggunaan
Fenomena penggunaan kata “bole” sebagai bentuk variasi atau penyederhanaan dari kata “boleh” pada kalangan remaja di Indonesia merupakan bagian dari perkembangan bahasa dan gaya komunikasi yang terus berubah seiring waktu karena terpengaruh dari konteks penggunaan sehari-hari.
Pertama, kata “bole” digunakan dalam konteks sehari-hari di antara teman sebaya sebagai ekspresi populerkehangatan atau kesetaraan. Dengan menjawab “bole” dengan logat khas remaja dapat mencerminkan suasana yang lebih santai dan setara di antara teman-teman sebagai cara mereka untuk mengekspresikan persetujuan atau memberikan izin dengan nada yang lebih ringan. Penggunaan kata ini mungkin dimaksudkan untuk menunjukkan kehangatan dan ketidakformalan dalam interaksi sosial.
Sebagai bagian dari komunitas atau kelompok anak muda, remaja sering menciptakan istilah atau gaya berbicara khas sebagai bagian dari identitas kelompok mereka sendiri. Penggunaan kata “bole” sebagai bagian dari kreasi bahasa atau slang menjadi salah satu elemen aktual yang membedakan kelompok tersebut dari generasi sebelumnya. Sebagai hasil, sebaliknya, akan terasa canggung jika antar anggota komunitas menggunakan pilihan kata yang formal dan tanpa kreativitas.
Meskipun penggunaan “bole” pada kalangan remaja dilihat sebagai hasil kreativitas bahasa dan seolah tidak memiliki makna negatif secara langsung, terdapat situasi atau konteks tertentu di mana jawaban tersebut dapat mencerminkan sikap yang kurang antusias, tidak bersemangat, atau bahkan acuh tak acuh.
Jawaban “bole” yang singkat dan tanpa ekspresi bisa diartikan sebagai sikap yang kurang antusias atau tidak bersemangat terhadap tawaran atau ajakan. Ini mungkin menunjukkan bahwa remaja tidak begitu tertarik atau bersemangat terhadap apa yang ditawarkan.Cara menjawab seperti itu mencerminkan sikap acuh tak acuh atau ketidakpedulian terhadap situasi atau interaksi tersebut.Ini dapat terlihat sebagai bentuk kurangnya keterlibatan atau keinginan untuk membatasi interaksi lebih lanjut.
Menjawab “bole” dengan nada bercanda atau slengekan juga mengindikasikan seseorang kurang sopan atau kurang menghargai tawaran atau permintaan yang diajukan. Padahal di sisi lain seorang mungkin sedang dalam situasi yang memerlukan tingkat respek atau sopan santun tertentu. Sebagai contoh, akan terlihat tidak sopan jika seorang guru menawarkan seorang siswa untuk menjawab pertanyaan dan siswa tersebut menjawab “bole”. Atau pada kalangan remaja, saat seorang meminta bantuan serius kepada temannya dan dijawab “bole”.
Selain itu, memilih jawaban “bole” secara singkat atas tawaran yang diberikan membatasi tanggungjawab atas konsekuensi yang mungkin harus ditanggung dari hasil menentukan pilihan. Sebagai kontras, jawaban mantap persetujuan atas pilihan akan semakin terlihat dari jawaban setuju yang dibarengi dengan pengulangan pilihan yang akan diambil. Bisa dibayangkan jika dalam pengucapan janji perkawinan dalam tradisi Katolik, calon mempelai mengatakan “bole” saat seorang imam bertanya “apakah Anda bersedia mencintai pasangan Anda dalam suka dan duka atau untung dan malang?”.
Di balik jawaban“bole” terdapat maksud ironi.Dalam beberapa konteks, remaja mungkin menggunakan “bole” dengan maksud sindiran dengan menyembunyikan fakta yang sebenarnya dan mengatakan kebalikan dari fakta tersebut atau mengungkapkan sindiran halus, terutama jika mereka merasa terpaksa untuk menyetujui atau merespons sesuatu yang sebenarnya tidak mereka sukai atau setujui. Sesorang mahasiswa yang diminta temannya untuk mengerjakan tugas yang sama berulang-ulang akan mengatakan “bole” sebagai bentuk protesnya.
Sandingan Kata
Menggunaan kata “bole” bisa memiliki makna atau arti tertentu tergantung pada konteksnya.Deskripsi di atas juga sebenarnya sudah dengan jelas menggambarkan berbagai makna dibalik dari kata “bole”. Berikut rangkuman dan penekanan beberapa kemungkinan padanan kata sesuai dengan konteksnya.
Padanan kata pertama adalah “setuju” untuk menyatakan persetujuanatau izin untuk melakukan sesuatu.Mirip dengan “bole”, remaja juga tidak jarang merespon persetujuan dengan kata “okes” atau “okis” yang berarti OK. Ketika seorang siswa berkata, “Ayo (pergi) ke model Mang Dolah!” Mahasiswa yang lain menjawab, “Bole, nanti (aku) ikut.”Jawaban “bole” berarti setuju.
Padanan kedua adalah “silakan” yaitu untuk memberikan izin atau persetujuan untuk melakukan sesuatu. Seorang mahasiswa yang bertanya, “Bisa aku pinjam laptopmu?” dan dijawab “Boleh, tapi hati-hati ya!”, mendapatkan izin atau persetujuan.
Padanan kata selanjutnya adalah “terserah”, yaitu untuk mengekpresikan netralitas atau ketidakberpihakan. Seringkali ketika ketia ditanya, “Mau makan apa?”, dan seringkali dijawab dengan, “Bole apa saja.” Artinya terserah makan apa saja.
Jawaban “bole” juga bisa diinterpretasikan “tidak yakin”.Kita seorang mahasiswa menawarkan rencana, “Sebelum ke kelas, mampir ke perpus ya.”Di antaranya jawaban yang bisa muncul adalah, “Bole. Lihat nanti sesi kelas selesai jam berapa ya.” Jawaban tersebut dipilih karena adanya ketidakpastian atau kurangnya kepastian dari rencana tersebut.Jika waktunya cukup setelah sesi kelas, yang bersangkutan bisa mampir perpustakaan.Atau, sebaliknya.
Dengan inferensi yang beragam, akhirnya penggunaan kata atau jawaban “bole” bagi kawula muda harus diperhatikan agar komunikasi menjadi lebih jelas dan efektif. Dengan memperhatikan situasi perbincangan, lawan bicara, konteks percakapan, dan kejujuran terhadap maksud jawaban, setiap orang secara tidak terbatas bisa menggunakan kata “bole” dengan ekspresi, penekanan, gaya bicara, bahasa tubuh, dan niatan yang dimaksudkan. Selalu diingat bahwa bahasa adalah alat komunikasi yang kuat, dan penggunaannya dapat mempengaruhi bagaimana pesan diterima.Oleh karena itu, penting untuk berkomunikasi dengan jelas, terbuka, dan hormat terutama dalam setiap percakapan.Kreativitas tak seharusnya menciptakan salah interpretasi.